Sabtu, 01 Maret 2014

PKD: (makalah pembelajaran) Perkembangan Sistem Pengetahuan Di Indonesia


Oleh: Andi Prasetya, Linda Osaria, Yuli Murtiana

Latar Belakang

Pada dasarnya tingkat kecerdasan individu atau masyarakat sangat tergantung kepada individu atau masyarakat itu sendiri. Artinya perkembangan kebudayaan, khususnya sistem pengetahuan ditentukan oleh masyarakat yang menjadi pendukung kebudayaan tersebut. Kontak atau komunikasi dengan individu atau masyarakat lain diakui turut berperan dalam proses pencerdasan atau perkembangan kebudayaan suatu masyarakat.
Bangsa Indonesia adalah kesatuan dari berbagai suku bangsa dengan aneka ragam budayanya. Kebudayaan Nasional Indonesia adalah puncak-puncak dari kebudayaan daerah atau lokal. Batasan atau konsep kebudayaan nasional sangat nisbi karena yang disebut puncak oleh satu suku bangsa di ujung timur kepulauan Indonesia masih primitif daripada suku di ujung barat kepulauan Indonesia.
Penduduk kepulauan Indonesia di masa lalu menunjukkan telah mempunyi sistem pengetahuan dapat dikategorikan sebagai knowledge atau ilmu pengetahuan.Proses transformasi pengetahuan itu dilakukan secara lisan, secara turun-temurun dari generasi ke generasi yang tidak jarang mengalami distorsi atau penambahan. Sistem pengetahuan tradisional ini antara lain terekam dalam bentuk cerita rakyat, mite dan legenda. Setelah dikenal tradisi tulisan, pengalihan sistem pengetahuan antara lain dilakukan secara tertulis dalam berbagai bentuk. Sistem pengetahuan nenek moyang bangsa Indonesiaa itu kemudian mengalami perbaikan setelah bersentuhan dengan kebudayaan dari luar wilayahnya seperti kebudayaan India, Timur Tengah dan Eropa Barat.

Sistem pengetahuan tradisional 

Dalam perkembangan sejarahnya sistem pengetahuan ini telah dimiliki oleh kelompok-kelompok masyarakat sejak masa lampau dan diwarisi dari nenek-moyangnya. Sistem pengetahuan yang mereka miliki ini merupakan sistem pengetahuan tradisional atau sistem pengetahuan pra-modern. Sistem pengetahuan tradisional memiliki sifat non-scientific knowledge yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan atau diferikasi melalui pengujian ilmiah.Proses alih pengetahuan tradisional ini pada masa awal perkembangannya diperoleh melalui penyampaian secara lisan dengan disertai contoh-contoh tindakan secara turun-temurun dari generasi ke generasi
Pada masa perkembangan selanjutnya yaitu pada masa ketika mereka sudah mengenal tradisi bertulis, pengetahuan tradisional ini disampaikan secara tertulis dalam bentuk karya sastra maupun dalam bentuk tertulis lainnya. Melalui peninggalan tradisi lisan maupun tradisi tertulis tersebut berbagai suku bangsa di Indonesia masih dapat mengenali dan melestarikan berbagai kemampuan dan kearifan dalam sistem pengetahuan masa lampau, dan memanfaatkannya dalam kehidupan masa kini.Sistem pengetahuan yang telah dimiliki secara turun-temurun di lingkungan masyarakat suku-suku bangsa di Indonesia ini telah mendorong pula terciptanya berbagai bentuk teknologi tradisionl yang diterapkan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat hingga kini. Bukti pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat suku-suku bangsa di Indonesia bukan saja tercermin dari peninggalan berupa benda-benda budayanya yang tidak tertulis tetapi tidak jarang pula terekam dalam hasil kebudayaan berupa tradisi bertulisnya.

Perkembangan pengetahuan pada masa Kolonial
  1. Pengetahuan tentang pelayaran dan perdagangan
Sebelum terpengaruh kebudayaan India, bangsa Indonesia sudah mengenal pelayaran. Hal ini tercermin dalam gabar-gambar perahu yang dilukiskan pada dinding goa di beberapa tempat di Indonesia. Pelayaran di Indonesia semakin berkembang setelah jalur perdagangan dari Cina ke Eropa melalui laut. Demikian pula sewaktu islam mulai berkembang di Asia Tenggara, perdagangan di wilayah ini semakin ramai. Sejalan dengan itu, teknik produksi perahu dan kapal-kapal layar semakin meningkat. Di Jawa jenis perah perang disebut lalanang. Perahu lalanang ukurannya cukup besar. Dengan dua buah tiang layar yang di dalamnya terdapat dua atau tiga deret tempat untuk mengayuh.
  1. Pengetahuan tentang keuangan dan perbankan
Penggunaan mata uang muncul setelah pengaruh Islam masuk ke Indonesia, terutamadi wilayah sekitar jalur perdagangan ditemukan berbagai macam logam. Misalnya di Aceh (emas), Bangka (dari timah), Jambi (emas), Palembang (timah), Banten (perak dan tembaga) dan lain sebagainya. 


PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN PASCAPROKLAMASI KEMERDEKAAN
  1. Perkembangan Pengetahuan tentang Demokrasi
Seiring dengan praktik kolonialisme dan imperialisme yang juga berrmuara pada kebijakan politik etis yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda, demokrasi yang diterapkan di Eropa kemudian dipelajari pula secara formal oleh sekelompok orang masyarakat Indonesia dari kalangan pelajar, baik di dalam maupun di luar negeri. Pengetahuan tentang demokrasi semakin berkembang dan menemui titik kuliminasi untuk diterapkan di Indonesia seiring dengan dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sejak negara-negara di Asia dan Afrika memerdekakan diri pada dekade pada tahun 1940 seiring dengan berakhirnya Perang Dunia II. Sejak 1972, secara umum jumlah negara yang menggunakan sistem demokrasi meningkat sebanyak dua kali lipat. Semula berjumlah 44 negara, kemudian berkembang menjadi 107 negara.
Perjalanan kehidupan bangsa dalam berdemokrasi turut diwarnai oleh konflik kepentingan dan ideologi. Persaingan antara kelompok Nasionalis, Komunis dan kelompok-kelompok berbasis agama sangat tampak dalam panggung politik Indonesia dalam dekate 1950-an. Hampir semua kabinet jatuh karena mosi tidak percaya. Perekonomian negara menjadi semakin tidak diperhatikan karena konflik politik berkepanjangan ditambah dengan maraknya pemberontakan yang terjadi di daerah-daerah kala itu. Hal inilah yang membuat kalangan militer menghendaki agar UUD 1945 kembali diberlakukan karena pemberlakuan SOB atau keadaan darurat militer pada 14 Maret 1957 juga tidak meredakan konflik politik. Seiring dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sistem Demokrasi Liberal digantikan dengan Demokrasi Terpimpin. Pergantian sistem demokrasi ini pada praktiknya justru menutup pintu-pintu demokrasi dan awal dari diterapkannya kekuasaan yang terpusat di tangan presiden. Presiden Soekarno memposisikan seluruh institusi dan lembaga-lembaga tinggi negara sebagai bagian atau alat lembaga eksekutif. Dengan sendirinya para pemimpin lembaga tersebut memiliki kepangkatan sebagai pembantu presiden atau menteri. Hal ini dapat terlihat dari jabatan Ketua MPR/DPR yang diposisikan sebagai Wakil Menteri Pertama atau Wakil Perdana Menteri sementara Wakil Ketua MPR diposisikan menjadi Menteri Koordinator.
Pada masa itu, semua jabatan tinggi negara dipilih dan diangkat oleh presiden. Hal ini dikarenakan presiden adalah Panglima Tertinggi yang sekaligus diangkat menjadi Pemimpin Besar Revolusi seperti yang diamanatkan oleh konstitusi sehingga seluruh unsur pemerintahan diposisikan sebagai alat revolusi. Seperti pada masa demokrasi liberal, kepemimpinan Soekarno dalam demokrasi terpimpin juga tidak membuat sektor perekonomian membaik karena rezim otoriter ini juga lwbih mengedepankan masalah-masalah politik dan upaya-upaya konfrontasinya dengan negara-negara dan pihak-pihak yang dianggap kontra revolusi serta pendukung kapitalis. Usia Demokrasi terpimpin tidak berlangsung lama karena usia peristiwa pemberontakan G 30S/PKI yang gagal, posisi Presiden Soekarno pun lambat laun dilengserkan setelah sebelumnya MPRS melucuti berbagai gelar dan ketepatan yang mengangkatnya sebagai presiden seumur hidup.
Jatuhnya rezim Soekarno membuat wajah demokrasi bangsa juga berubah. Rezim Orde Baru yang bertekad untuk mengoreksi berbagai kesalahan yang dilakukan oleh Orde Lama (Pemerintahan Demokrasi Terpimpin) berupaya untuk memperbaiki sektor ekonomi yang selama ini dianggap tidak diperhatikan oleh pemerintahan sebelumnya. Namun, hal ini juga tidak berarti kehidupan demokrasi bangsa menjadi lebih baik. Berbagai selogan seperti “Ekonomi Yes dan Politik No” memperkuat indikasi bahwa rezim ini pun berupaya melanggengkan kekuasaan dengan cara-cara yang berbeda dari rezim sebelumnya.
Demokrasi Pancasila juga tidak berbeda dengan Demokrasi Terpimpin dari sisi figur kepemimpinan. Presiden Soeharto, seperti halnya Presiden Soekarno pada masa Orde Lama, menjadi sentral figur yang sangat dihormati sekaligus ditakuti. Ia memberlakukan program P4 yaitu (Pedoman Penghayatan dan pengamalan pancasila) yang bersifat wajib untuk diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat dalam lembaga negara dan institusi pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar. Selain itu, ia jugaa mensakralkan UUD 1945 dan menganggap pihak-pihak yang menentang konstitusi tersebut apalagi berupaya untuk mengamandemen pasal-pasalnya sebagai pihak-pihak atau elemen yang dapat membahayakan eksistensi negara dan oleh karenanya harus dilikwidasi jdengan cara-cara kekerasan sekalipun.


Di bidang ekonomi, Rezim Orde Baru menafsirkan Pasal 33 UUD 1945 sebagai sistem ekonomi yang lebih bersifat sosialis kendati dalam pelaksanaanya justru bersifat kapitalis. Berdasarkan pasal tersebut negara menguasai cabang-cabang produksi yang menjadi hajat hidup orang banyak, namun pada praktiknya rezim ini justru menerapkan sistem ekonomi terbuka dengan mengundang investasi orang asing dan swastanisasi BUMN serta konglomerasi. Kejatuhan rezim Orde Baru pada 1998 dapat dikatakan menjadi titik awal perjalanan baru kehidupan berdemokrasi bangsa karena sejak itu terjadi berbagai perubahan yang sangat mendasar terkait dengan kebebasan mengeluarkan pendapat dan berkumpul. Dan sisi lain, keinginan untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945 kian menguat terutama di kalangan reformis. Satu tahun setelah runtuhnya Orde Baru, Indonesia kembali menggelar pemilihan umum. Pemilu kali ini juga mengundang nuansa demokrasi yang kental karena tidak seperti pemilu-pemilu sebelumnya yang diselenggarakan oleh pemerintahan Orde Baru, Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan tanpa tekanan dan paksaan dari pihka pemerintah untuk memilih partai politik tertentu. Pemilu 1999 yang diikuti oleh 48 partai politik peserta pemilu menghasilkan wakil-wakil rakyat baru yang memulai petualangan politiknya dengan beberapa amandemen terhadap UUD 1945 (Anhar Gonggong, ed. 2005: 210). Setidaknya hingga 2002, para wakil rakyat yang duduk di DPR telah menghasilkan empat mandemen kendati produk amandemen keempat menuai banyak protes karena dinilai mengubah sifat presidensial konstitusi menjadi lebih bercorak parlementer dengan memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada partai-partai yang berkuasa.
Selain komunisme, pengaruh Islam, terutama Pan-islamisme, juga berkembang di Indonesia. Pada perkembangannya, berbagai pemikir Isla/m yang melihat aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara diusung tidak hanya oleh para pemikir Islam secara individu namun juga direpresentasikan melalui organisasi massa dan politik sehingga dalam perjalanannya, terlihat berbagai kelompok dan organisasi Islam yang melihat berbagai permasalahannya bangsa dari perspektif yang berbeda. Di masa demokrasi liberal, organisasi Islam Masyumi menjadi organisasi yang sangat berpengaruh di pentas politik bangsa dan menjadi saingan kuat bagi partai lain yang mengusung paham nasionalis dan komunis sebelum dibubarkan oleh Presiden Soekarno karena beberapa tokohnya disinyalir terlibat dalam pemberontakan PRRI di Sumatra Barat pada 1958. Hingga pemilu terakhir yang diselenggarakan pada tahun 2009.
Selain perkembangan ideologi dan pemikiran para tokoh Indonesia sejak masa kolonial, aspek sosial dan budaya menjadi aspek penting yang memengaruhi pengetahuan dan perkembangan demokrasi di Indonesia. Hal ini disebabkan demokrasi sendiri merupakan paham ajaran yang berasal dari negara-negara Eropa dan dalam penerapannya terjadi persinggungan dengan nilai-nilai sosial dan budaya dalam masyarakat Indonesia. Pada kenyataannya tidak semua daerah dapat menerapkan nilai-nilai demokrasi bahkan setelah pemilihan umum, termasuk pemilihan presiden dan kepala daerh, dijalankan secara langsung. Selain adanya kontradiksi nilai, secara mental dan moral ada kalanya sekelompok masyarakat belum bisa menerima kekalahan ketika pihaknya gagal memenangkan sebuah pemilihan padahal secara umum menganut nilai demokrasi juga berarti harus menghormati pemenang karena lawan mendapat suara terbanyak. Ini menjadi wacana menarik karena perkembangan paham-paham demokrasi sesungguhnya juga tidak terlepas dari kelompok yang mengususngnya dengan pengetahuan yang tentunya juga memadai.
Bila di Eropa keberadaan dan perkembangan paham demokrasi tidak terlepas dari kehadiran kelas borjuis dan kapitalisme, maka keberadaan kaum ini di Indonesia hingga kini belum tampak sebagai kelas menengah yang memberikan perubahan yang signifikan dalam perjalanan demokrasi bangsa (Zuhro, 2009: 13). Bila kaum borjuis menapak kekuasaan melalui kekuatan kaum intelektual dan kelas menengah maka tidak demikian halnya di Indonesia. Kemunculan dan keberadaan kelas menenngah dalam masyarakat Indonesia juga lebih banyak dikarenakan dukungan dari pemerintah termasuk didaerah sehingga kemandirian politik mereka belum mampu membawa perubahan banyak di panggung perpolitikan Indonesia karena masih berada di bawah bayang-bayang elite-elite penguasa.
Selain aspek sosial dan budaya, perkembangan media massa dan teknologi juga turut mempercepat pemahaman dan keikutsertaan masyarakat Indonesia dalam kegiatan-kegiatan perpolitikan bangsa. Sejak masa kolonial, para pemikir bangsa sudah menggunakan media massa dan penerbitan dalam menyebarluaskan ide dan pemikirannya ke tengah masyarakat. Ide-ide pergerakan yang ditulis oleh tokoh-tokoh yang berasal dari latar belakang pemikiran dan ideologi yang berbeda turut mempercepat terjadinya proses transformasi pemikiran yang memengaruhi perjalanan demokrasi bangsa Indonesia. Beberapa diantarannya ada yang dimuat di berbagai surat kabar, buku atau pamflet kendati baru dapat diakses oleh lapisan masyarakat tertentu. Ide-ide tentang persatuan dan kesatuan serta semangat nasionalisme dibungkus dalam balutan artikel dan tulisan-tulisan yang pada akhirnya mengarah pada keinginan untuk melepaskan diri dari penjajahan. Keberadaan media-media tersebut pada masa sesudah kemerdekaan tidak hanya menjadi wahana identitas kelompok, na’mun juga terkadang menjadi alat efektif untuk melakukan propaganda guna menjatuhkan citra kelompok lain yang menjadi sainganya. Dalam perkembangannya, pengetahuan demokrasi berikut informasi kegiatan partai politik juga disebarkan melalui audio visual. Seiring dengan perkembangannya pertelevisian dan radio serta media maya (internet) di Indonesia, perkembangan dan wacana demokrasi semakin mudah dan luas untuk diakses oleh masyarakat dari berbagai lapisan. Perkembangan teknologi tidak hanya secara langsung telah mempercepat demokratisasi di Indonesia. Selain itu, televisi swasta juga menawarkan berbagai acara talkshow dan debat tentang perpolotikan di Indonesia terutama menjelang pemilu atau pilkada di berbagai daerah.
Demokrasi di Indonesia dapat dikatakan kembali berkembang setelah rezim Orde Baru tumbang karena selain pintu-pintu demokrasi dibuka semakin lebar, masuknya beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing yang juga mengikuti perkembangan demokrasi di indonesia turut memberikan kontribusi pemikiran tentang wacana demokrasi. Selain LSM bahkan ikut serta dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada di sejumlah daerah sebagai pemantau pemilu.

mau download makalah lengkapnya??? bisa didapatkan DISINI



6 komentar:

  1. knjungan malam sob,,sambil nyimak aja :)

    BalasHapus
  2. sayang gan saat di penjajahan masyarkat kita di buat bodoh oleh belanda

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul sekali jurangan..... dan efeknya terasa sampai sekarang :)

      Hapus